Apa Itu Ghuluw? Bahaya Berlebihan dalam Memuji Nabi?

Artikel ini mengupas makna ghuluw, bahayanya, dan bagaimana umat Islam bersikap proporsional dalam mencintai Nabi.

Apa Itu Ghuluw? Bahaya Berlebihan dalam Memuji Nabi?

Ghuluw adalah sikap berlebihan dalam beragama, termasuk dalam memuji Nabi Muhammad. Artikel ini mengupas makna ghuluw, bahayanya, dan bagaimana umat Islam bersikap proporsional dalam mencintai Nabi.

Apa Itu Ghuluw? Bahaya Berlebihan dalam Memuji Nabi?

Apa Itu Ghuluw?

Ghuluw adalah istilah dalam bahasa Arab yang berarti berlebih-lebihan atau melampaui batas. Dalam konteks agama, ghuluw merujuk pada sikap ekstrem atau fanatisme yang melampaui ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ghuluw bisa terjadi dalam berbagai aspek kehidupan beragama, salah satunya dalam hal mencintai atau memuji Nabi Muhammad ﷺ.

Sikap ghuluw sering kali bermula dari niat baik, seperti ingin menunjukkan kecintaan kepada Rasulullah atau ingin menjaga ajaran Islam, namun karena tidak disertai dengan ilmu dan pemahaman yang benar, niat tersebut berubah menjadi bentuk pengagungan yang tidak pada tempatnya.

Dalil Tentang Larangan Ghuluw

Al-Qur’an dan hadis Nabi ﷺ secara tegas memperingatkan umat Islam agar tidak bersikap ghuluw. Dalam Al-Qur’an surah An-Nisā’ ayat 171, Allah berfirman:

“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu...”

Ayat ini meskipun ditujukan kepada Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), juga menjadi peringatan bagi umat Islam agar tidak mengikuti jejak mereka yang berlebih-lebihan dalam agama.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

“Janganlah kalian memujiku secara berlebihan sebagaimana orang Nasrani memuji Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah, ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya.’”
(HR. Bukhari, no. 3445)

Hadis ini jelas menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ menginginkan umatnya mencintai beliau dengan cara yang benar, tanpa menjadikannya setara dengan Tuhan atau menisbatkan sifat-sifat ilahiyah kepadanya.

Contoh Ghuluw dalam Masyarakat

Menganggap Nabi Mengetahui Hal Gaib

Salah satu bentuk ghuluw yang sering terjadi adalah meyakini bahwa Nabi Muhammad ﷺ mengetahui hal-hal gaib, padahal Allah telah menegaskan bahwa hal gaib hanya diketahui oleh-Nya.

“Katakanlah (Muhammad), aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa aku mengetahui yang gaib...”
(QS. Al-An’am: 50)

Kepercayaan semacam ini, meskipun dilandasi kecintaan, justru bertentangan dengan ajaran Islam yang murni dan dapat menjerumuskan seseorang ke dalam kesyirikan.

Berdoa kepada Nabi

Doa adalah ibadah, dan ibadah hanya ditujukan kepada Allah semata. Namun sebagian orang justru berdoa dengan menyebut nama Nabi dan meminta langsung kepada beliau, seakan-akan beliau dapat mengabulkan permintaan mereka. Ini adalah bentuk ghuluw yang sangat membahayakan akidah.

Menisbatkan Sifat Ilahi kepada Nabi

Ada pula yang menyebut Nabi Muhammad ﷺ sebagai “cahaya Allah” dalam arti yang mutlak, atau menyematkan sifat-sifat Tuhan seperti kemampuan mendengar doa dari mana saja. Ini bukan sekadar pujian, tapi sudah masuk wilayah ghuluw yang dapat menggeser tauhid.

Bahaya Ghuluw terhadap Akidah

Menyeret kepada Syirik

Ghuluw bisa menyeret pelakunya ke dalam syirik akbar, yaitu mempersekutukan Allah. Ketika seseorang meyakini bahwa Nabi Muhammad ﷺ bisa mengabulkan doa, memberi syafaat tanpa izin Allah, atau mengetahui hal gaib, ia telah memberikan sebagian hak Allah kepada makhluk-Nya.

Merusak Tauhid

Tauhid adalah fondasi utama dalam Islam. Ghuluw adalah racun yang secara perlahan bisa menghancurkan fondasi ini. Orang yang terjerumus dalam ghuluw akan sulit membedakan mana bentuk ibadah yang murni dan mana yang telah menyimpang.

Memunculkan Sekte dan Kesesatan

Sepanjang sejarah Islam, banyak sekte sesat muncul karena ghuluw terhadap tokoh tertentu. Sebagai contoh, sebagian kelompok Syiah berlebihan dalam mencintai Ali bin Abi Thalib hingga menyamakannya dengan Tuhan. Begitu juga dengan kelompok yang mengkultuskan Nabi Muhammad ﷺ secara tidak wajar, hingga menolak hadis-hadis yang bertentangan dengan ajaran kelompok mereka.

Mencintai Nabi secara Proporsional

Islam tidak melarang umatnya mencintai Nabi. Bahkan, mencintai Rasulullah ﷺ adalah bagian dari keimanan. Namun kecintaan itu harus dalam batas yang diajarkan syariat. Berikut cara mencintai Nabi dengan benar:

Mengikuti Sunnahnya

Bukti kecintaan sejati kepada Nabi adalah dengan mengikuti sunnah beliau dalam ibadah, akhlak, dan seluruh aspek kehidupan.

“Katakanlah, jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.”
(QS. Ali Imran: 31)

Membaca Sirah Nabawiyah

Memahami perjalanan hidup Nabi membuat kita mencintainya dengan dasar ilmu, bukan dengan perasaan semata. Kita akan melihat bahwa beliau adalah manusia pilihan, bukan Tuhan.

Berselawat dengan Tuntunan

Berselawat adalah salah satu bentuk cinta kepada Nabi, namun harus sesuai dengan yang diajarkan. Selawat yang berlebihan, direkayasa, atau diyakini memiliki kekuatan gaib di luar ajaran Islam, termasuk bentuk ghuluw yang harus dihindari.

Menjaga Akidah dan Tauhid

Cinta kepada Nabi harus sejalan dengan menjaga kemurnian akidah. Jangan sampai karena cinta, kita justru melanggar batas yang telah digariskan Allah dan Rasul-Nya.

Sikap Para Sahabat terhadap Nabi

Para sahabat adalah generasi terbaik umat Islam. Mereka mencintai Nabi ﷺ dengan tulus, namun tidak pernah berlebihan. Mereka tidak pernah menyembah Nabi, tidak berdoa kepada beliau setelah wafat, dan tidak menisbatkan sifat ketuhanan kepadanya.

Contoh nyata adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq yang berkata setelah wafatnya Nabi:

“Barang siapa menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Barang siapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak mati.”

Ucapan ini adalah puncak pemahaman yang benar tentang batas antara mencintai dan mengagungkan Rasulullah dengan tetap menjaga kemurnian tauhid.

Bagaimana Menghindari Ghuluw?

Menuntut Ilmu Agama

Ilmu adalah cahaya. Dengan memahami ajaran Islam secara menyeluruh, umat akan terhindar dari ghuluw dan bisa mencintai Nabi dengan cara yang benar.

Bertanya kepada Ulama

Ketika ragu terhadap suatu amalan atau keyakinan, bertanyalah kepada ulama yang dikenal lurus akidah dan pemahamannya terhadap Al-Qur’an dan sunnah.

Menghindari Majelis yang Mengkultuskan

Waspadai majelis atau guru agama yang mengajarkan untuk menyebut Nabi secara berlebihan, mengajarkan wirid yang tidak ada tuntunannya, atau menjanjikan karomah melalui pujian berlebihan kepada Rasulullah.

Kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis

Segala bentuk cinta dan pengagungan kepada Nabi harus berdasar pada wahyu, bukan hawa nafsu. Maka rujukan utama kita adalah kitab Allah dan sunnah Rasulullah ﷺ.

Penutup

Ghuluw dalam memuji Nabi adalah salah satu bentuk penyimpangan yang bisa berdampak besar terhadap akidah seorang Muslim. Meskipun berangkat dari rasa cinta, jika tidak dikendalikan dengan ilmu, bisa berubah menjadi kesesatan. Mencintai Nabi adalah kewajiban, namun mencintai beliau harus dalam batas yang diajarkan oleh syariat.

Umat Islam diajarkan untuk bersikap seimbang: mencintai Nabi sebagai utusan Allah, menghormatinya dengan penuh adab, namun tidak menyamakan beliau dengan Tuhan. Inilah jalan pertengahan yang diridhai Allah.

Semoga Allah menjaga hati kita dari sikap berlebihan, dan menjadikan cinta kepada Rasulullah ﷺ sebagai jalan menuju keselamatan dunia dan akhirat.

#ghuluw #cintanabi #tauhid #akidah #wasathiyah #aqidahsalaf #nabimuhammad #bahayasyirik #akidahyangbenar #umatpertengahan

Posting Komentar