Menjawab Keraguan: Apakah Allah Punya Tangan dan Wajah?
Artikel ini mengupas tuntas pertanyaan krusial tentang sifat Allah: apakah Allah benar-benar memiliki tangan dan wajah sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an dan Hadis? Jawaban disusun secara ilmiah, otoritatif, dan sesuai dengan akidah lurus.
Pendahuluan
Pertanyaan tentang sifat-sifat Allah sering kali memunculkan keraguan, khususnya saat kita membaca ayat atau hadis yang menyebut bahwa Allah memiliki "tangan", "wajah", atau "mata". Sebagian orang menganggap istilah-istilah tersebut bersifat kiasan, sementara sebagian lain memahami secara literal. Dalam akidah Islam, bagaimana seharusnya umat memahami hal ini?
Artikel ini membimbing Anda menjawab pertanyaan: Apakah Allah punya tangan dan wajah? secara jelas, sesuai dengan keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, berdasarkan dalil sahih, dan bebas dari penyelewengan makna.
Makna Tangan dan Wajah dalam Teks Keagamaan
Al-Qur'an dan Sunnah menyebutkan bahwa Allah memiliki tangan dan wajah. Contoh ayat yang sering dikutip antara lain:
- "Tangan Allah di atas tangan mereka..." (QS. Al-Fath: 10)
- "...Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan." (QS. Ar-Rahman: 27)
Muncul pertanyaan: apakah ini berarti Allah benar-benar memiliki tangan dan wajah seperti manusia?
Prinsip Dasar dalam Memahami Sifat Allah
Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat dalam prinsip penting:
“Kami menetapkan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya tanpa tahrif (menyimpangkan makna), tanpa ta’thil (menolak makna), tanpa takyif (membayangkan bentuknya), dan tanpa tasybih (menyerupakan dengan makhluk).”
Artinya, ketika Allah menyebutkan bahwa Dia memiliki tangan atau wajah, kita terima sebagaimana adanya, tanpa memutar-mutar makna menjadi kiasan semata, tanpa menyerupakan dengan anggota tubuh manusia.
Tangan Allah: Bukan Seperti Tangan Makhluk
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang ayat “Ar-Rahmân ‘alal ‘Arsy istawâ” (QS. Taha: 5) yang berarti “Yang Maha Pengasih beristiwa (bersemayam) di atas ‘Arsy.” Jawaban beliau terkenal:
“Istiwa itu ma’lum (diketahui maknanya), kaifiyah-nya (cara) tidak diketahui, mengimaninya wajib, dan bertanya tentangnya bid’ah.”
Hal yang sama berlaku untuk kata “tangan” dan “wajah”. Kita tahu makna kata tersebut dalam bahasa Arab, tetapi kita tidak mengetahui bagaimana bentuk atau cara Allah memilikinya. Karena Allah berfirman:
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. Asy-Syura: 11)
Ayat ini membantah segala bentuk penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya.
Apakah Wajah Allah Harus Ditakwil Menjadi Makna Kiasan?
Sebagian kelompok mencoba menakwilkan kata “wajah” menjadi “zat” atau “balasan” semata. Namun, metode seperti ini menyelisihi metode pemahaman generasi awal Islam (salafus shalih) yang menerima lafaz dan maknanya tanpa menyerupakan atau menolak.
Misalnya, firman Allah:
"Setiap yang ada di bumi akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhanmu..." (QS. Ar-Rahman: 26-27)
Pemahaman salaf terhadap ayat ini adalah bahwa Allah memang memiliki wajah yang sesuai dengan keagungan-Nya, bukan wajah seperti manusia, dan bukan pula makna kiasan semata.
Pandangan Para Ulama Terkemuka
-
Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Kami mengimani bahwa Allah memiliki dua tangan sebagaimana Dia sebutkan dalam Al-Qur’an, tanpa menanyakan bagaimana.”
-
Ibnu Taimiyyah menjelaskan: “Allah memiliki tangan dan wajah, dan itu adalah sifat yang hakiki bagi-Nya, tidak boleh diubah menjadi makna kiasan.”
-
Al-Ash’ari, dalam akhir hayatnya, menyatakan bahwa akidah Ahlus Sunnah adalah menerima sifat-sifat tersebut sebagaimana adanya, tanpa menyerupakan.
Menghindari Penolakan (Ta'thil) dan Penyerupaan (Tasybih)
Dalam menjawab apakah Allah punya tangan dan wajah, umat Islam harus waspada terhadap dua bahaya besar:
- Ta'thil: Menolak sifat Allah dengan alasan tidak masuk akal atau takut menyerupakan.
- Tasybih: Menyerupakan sifat Allah dengan sifat manusia atau makhluk.
Jalan yang lurus adalah menerima ayat dan hadis sebagaimana disampaikan, meyakini bahwa Allah memiliki sifat itu dengan cara yang tidak diketahui oleh makhluk (bilâ kaif).
Allah Tidak Sama dengan Makhluk-Nya
Allah bukan makhluk, dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Meskipun kata “tangan” dan “wajah” juga digunakan untuk manusia, namun konteks dalam Al-Qur’an berbeda. Allah menyebut sifat-Nya agar dikenal dan dipahami oleh manusia, tapi bentuknya tidak sama dan tidak bisa dibayangkan.
“Apakah kamu mengetahui ada yang sama dengan-Nya?” (QS. Maryam: 65)
Jawabannya tentu tidak ada. Maka, ketika Allah menyebut bahwa Dia memiliki tangan dan wajah, kita imani saja, karena:
- Allah lebih mengetahui tentang Diri-Nya.
- Nabi Muhammad ï·º menyampaikan dengan benar dan tidak menyembunyikan.
- Para sahabat menerima apa adanya tanpa menolak atau menyerupakan.
Perbedaan dengan Akidah Menyimpang
Kelompok-kelompok yang menyimpang seperti Jahmiyah, Mu’tazilah, atau sebagian Asy’ariyah klasik sering menolak atau menakwil sifat-sifat Allah ini. Mereka menganggap mustahil bagi Allah memiliki sifat seperti “tangan” atau “wajah”. Ini bertentangan dengan pemahaman generasi terbaik umat ini: sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin.
Bahkan para ulama salaf menjadikan penyimpangan dalam masalah sifat ini sebagai kesesatan akidah yang sangat berbahaya.
Mengapa Kita Tidak Menyerupakan Allah dengan Makhluk, Tapi Tetap Menetapkan Sifat-Nya?
Karena Allah sendiri yang menetapkan sifat-sifat itu untuk diri-Nya. Jika Allah tidak malu menyebut bahwa Dia memiliki wajah dan tangan, kenapa kita harus malu untuk meyakininya?
Namun, sebagai bentuk adab dan iman, kita tidak mencoba membayangkan atau membahas “bentuk”-nya. Karena Allah tidak seperti makhluk dalam bentuk dan sifat.
Penutup: Kembali kepada Pemahaman yang Lurus
Dalam memahami sifat Allah, kembalilah kepada jalan para sahabat dan ulama salaf. Jangan terjebak dengan logika yang menolak ayat Allah. Akidah yang lurus adalah menerima apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, tanpa menambah dan tanpa mengurangi.
Allah Maha Sempurna, Maha Agung, dan Maha Berbeda dari segala sesuatu yang kita bayangkan. Meyakini bahwa Allah memiliki tangan dan wajah adalah bentuk keimanan yang benar, selama tidak disertai dengan penyerupaan atau penggambaran bentuk.